Kota Cerdas atau Smart City sudah lama digaungkan di Indonesia. Mulai dari dicetuskan program Smart City melalui Instruksi Presiden Megawati, hingga terakhir Gerakan 100 Kota Cerdas dari Kementerian Kominfo yang berlangsung di tahun 2018 dan 2019. Dari beberapa program yang sudah dijalankan tersebut kemudian muncul pertanyaan mendasar. Apakah program smart city yang sudah diterapkan di berbagai daerah bersifat berkelanjutan (sustainable) walaupun sudah berganti pimpinan?
Sebuah daerah tidak cukup hanya dengan implementasi Smart City, namun juga harus Sustainable. Secara definisi, Smart and Sustainable City (Kota Cerdas Berkelanjutan) adalah kota yang konsisten berinovasi dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat, dengan bantuan teknologi.
Untuk mengimplementasikan program Kota Cerdas Berkelanjutan, tentunya memerlukan waktu yang tidak sebentar. Banyak yang harus dipersiapkan dan dilakukan untuk menjadi Smart and Sustainable City. Banyak daerah yang bertanya kepada Lintasarta, kami harus mulai dari mana? Dan apa yang harus dilakukan agar program Smart City terus berjalan dan bahkan terus berkembang?

Infrastruktur Sebagai Fundamental
Kementerian Kominfo telah menyelenggarakan program Gerakan 100 Kota Cerdas dalam 3 tahap untuk membangun masterplan Smart City di 100 daerah terpilih. Sebuah gerakan yang sangat tepat untuk memeratakan program Smart City Nasional. Bahkan perlu diteruskan hingga mencakup keseluruhan 500 lebih daerah di seluruh Indonesia.
Dalam tahapan implementasi Smart City versi Lintasarta, Masterplan adalah berada di fase paling awal. Tentunya sebagai landasan bagaimana suatu daerah akan mengimplementasikan program Smart and Sustainable City. Hal ini terjadi karena di dalam pembuatan masterplan ada tahapan assessment terhadap masalah yang dihadapi oleh suatu daerah, potensi daerah yang bisa menghasilkan PAD, yang semuanya kemudian diselaraskan dengan Rencana Strategis Daerah, Provinsi, dan Nasional. Hasil assessment ini kemudian memunculkan banyak solusi yang diprioritaskan dalam bentuk Roadmap Smart City.
Dalam roadmap ini, biasanya infrastruktur akan berada di tahun awal, baik infrastruktur fisik ataupun infrastruktur teknologi. Alasannya adalah solusi-solusi yang akan diimplementasi nantinya tentu membutuhkan infrastruktur. Misalkan, ketika suatu daerah ingin membuat pelaporan gangguan dengan menggunakan Whatsapp. Ketika daerah tersebut tidak memiliki jaringan internet yang handal, tentunya program pelaporan ini menjadi tidak maksimal.
Lintasarta selama bertahun-tahun telah fokus membangun jaringan infrastuktur komunikasi ke seluruh pelosok negeri. Bahkan menjangkau daerah 3T: terdepan, terpencil, tertinggal. Tidak hanya menggelar fiber optic di ratusan daerah, Lintasarta juga fokus mengembangkan jaringan nirkabel dengan menggunakan satelit. Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan, sehingga banyak sekali daerah yang belum terjangkau dengan teknologi kabel Fiber Optic. Namun bukan berarti daerah-daerah tersebut tidak layak untuk merasakan program Kota Cerdas.

Terkendala Anggaran Yang Terbatas
Beberapa kota maju, seperti Jakarta dan Surabaya, terus giat mengembangkan program Smart and Sustainable City mereka dengan mengadopsi teknologi-teknologi baru. Sebagai contoh implementasi platform 1 data ataupun video analytics. Tentunya hal ini bisa dilakukan karena dukungan anggaran daerah yang cukup besar. Lalu bagaimana dengan daerah dengan anggaran tahunan yang terbatas?
Keterbatasan anggaran memang menjadi PR banyak daerah di Indonesia. Banyak sekali kebutuhan dasar seperti infrastruktur network, ruang server, ataupun server yang belum dipenuhi. Apalagi, kebutuhan dasar tersebut juga memiliki tahapan tersendiri agar bisa memberikan service yang handal (reliable).
Sebagai contoh, ketika suatu daerah membuat ruang server sendiri, tentu harus ada jaminan listrik yang terus menyala, dan tim operasional yang handal. Belum termasuk harus menyediakan ruang server cadangan (Disaster Recovery Center) untuk mengantisipasi terjadinya bencana di ruang server utama.
Pengadaan infrastruktur server dan storage juga tidak mudah dan murah. Daerah harus melakukan capacity planning, menyiapkan security tools, menyiapkan tim operasional, dan juga menyiapkan server storage cadangan yang diletakkan di Disaster Recovery Center.
Beruntung saat ini Kementerian Kominfo sedang membuat Pusat Data Nasional (PDN). Sebuah infrastruktur berbagi pakai (shared-service infrastructure) yang bisa dimanfaatkan oleh seluruh daerah di Indonesia. Dengan menggunakan PDN, daerah bisa fokus dalam mengimplementasikan solusi aplikasi tanpa harus memikirkan operasional infrastruktur. Pengadaannya juga jauh lebih cepat karena sifatnya yang sudah ready to use.
Sebagai alternatif, selain PDN, pemerintah daerah juga bisa menggunakan layanan cloud dari provider seperti Lintasarta, yang kini dikenal dengan nama Cloudeka. Tentunya dengan jaminan SLA uptime, variasi layanan mikro (micro services), dan sudah tersertifikasi Payment Card Industry Data Security Standard (PCI DSS): sertifikat keamanan yang disyaratkan di industri perbankan.

Transformasi Digital Di berbagai lini
Pemerataan infrastruktur hingga ke semua daerah adalah salah satu bentuk aksi nyata transformasi digital yang dilakukan oleh Kementerian Kominfo untuk mewujudkan lebih banyak lagi Smart and Sustainable City. Seperti dikutip dari laman Kementerian Kominfo, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kominfo terus berupaya melakukan akselerasi transformasi digital, salah satunya dengan menyiapkan Roadmap Digital Indonesia 2021-2024. Peta jalan itu mencakup empat sektor strategis, yaitu infrastruktur, pemerintahan, ekonomi, dan masyarakat digital.
Di sektor pemerintah (Digital Government), transformasi digital digenjot dengan mengupayakan semua pelayanan dilakukan secara digital sehingga akan menghasilkan data-data digital. Data digital tidak hanya yang dimiliki oleh pemerintah, namun juga yang dimiliki oleh instanasi lainnya serta corporate / startup dapat diintegrasikan dalam sebuah platofrm yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk analisa kondisi daerah secara cepat.
Kementerian Kominfo baru-baru ini juga merilis spektrum frekuensi dan standar untuk penerapan internet of things (IoT) untuk mengakselerasi transformasi digital di sektor ekonomi (Digital Economy). Aturan frekuensi yang jelas tersebut tentunya akan menumbuhkan penggunaan berbagai device sensor IoT dengan jalur komunikasi LoRa, NB IoT, Sigfox dan lainnya. Mengikuti konsep revolusi industri 4.0, dengan penggunaan sensor kondisi aset perusahaan, operasional, dan lainnya dapat terukur dengan cepat dan tepat. Hal ini tentunya akan menumbuhkan ekosistem bisnis yang lebih baik.
Di sektor masyarakat digital (Digital Society), sudah banyak inovasi yang dilakukan oleh pemerintah dan corporate untuk meningkatkan pelayanan masyarakat. Saat ini sedang trend Tele Medicine, sebagai bentuk digital dari berobat ke dokter. Didukung dengan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang handal, dan juga sistem delivery yang baik, proses pasien dari konsultasi dokter hingga mendapatkan obat akan berlangsung dengan sangat mudah.

Digitalisasi Memunculkan Banyak Aplikasi
Dengan semakin maraknya digitalisasi dan infrastruktur IT yang semakin handal, dengan ditandai semakin tingginya pertumbuhan pengguna internet di Indonesia, maka beragam aplikasi pun turut bermunculan. Banyak startup yang bisnis intinya mengandalkan aplikasi. Sebut saja Gojek yang memulai bisnisnya dengan aplikasi pengantaran, Bukalapak dengan bisnis ecommerce, atau yang sedang trend di kalangan kaum milenial yaitu aplikasi saham.
Di sektor pemerintahan pun tidak ketinggalan. Masing-masing daerah bahkan dinas memiliki aplikasi sendiri-sendiri. Tak jarang juga ada dinas yang memiliki lebih dari 1 aplikasi. Di sisi lain, proses pemeliharaan sebuah aplikasi tidaklah mudah. Belum lagi bagaimana kita harus memikirkan user retention aplikasi kita. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi munculnya super app. Sesuai definisinya, super app adalah aplikasi yang memiliki banyak layanan sekaligus. Jakarta pun sudah mulai meluncurkan super app yang bernama Jaki, singkatan dari Jakarta Kini. Jaki berisi banyak layanan, mulai dari pelaporan, perijinan, bahkan sampai pendaftaran vaksinasi Covid-19.
Lintasarta pun tak ketinggalan dengan meluncurkan SKOTA Super App yang saat ini akan digunakan di daerah Sulawesi. Mencakup digital government, digital business, dan digital society. Masyarakat dapat mengakses semua layanan tersebut tanpa perlu pindah aplikasi. Sebagai contoh masyarakat dapat dengan mudah untuk mendaftar atau mengubah data KTP ataupun Kartu Keluarga melalui aplikasi. Dalam aplikasi yang sama, masyarakat juga dapat membayar tagihan listrik, sambil melaporkan sampah menumpuk yang tak kunjung diambil.

Masyarakat Menjadi Co-Creators
Fenomena munculnya banyak aplikasi sebetulnya adalah tanda-tanda sudah mulai meningkatnya ekosistem digital di Indonesia. Diiringi dengan pengembangan platform open data, dimana pemerintah melakukan sharing data yang tidak rahasia, adalah strategi terbaik untuk menumbuhkan ekosistem digital tersebut. Pemerintah pusat sudah melakukannya melalui platform Satu Data Indonesia. Di tingkat daerah juga ada platform Jakarta Satu, Open Data Jabar, dan lainnya.
Data yang dibuka ke publik itu kemudian bisa dimanfaatkan oleh akademisi untuk riset, ataupun corporate / startup untuk memunculkan inovasi baru dalam dunia digital. Banyak startup bermunculan yang melihat potensi bisnis dari dunia digital ini. Hal ini sesuai dengan konsep Smart City 4.0 dimana masyarakat tidak hanya sebagai pengguna, tapi juga co-creators. Dengan dukungan regulasi pemerintah, peran serta media, dan riset dari akademisi, atau yang lebih dikenal dengan kolaborasi pentahelix, program Smart City akan meningkat menjadi Smart and Sustainable City.
Dengan kolaborasi pentahelix, aspirasi masyarakat dan pelaku bisnis akan dapat diserap dengan lebih baik. Begitu juga kebijakan yang dibuat akan lebih tepat sasaran dan diketahui publik secara lebih cepat. Siklus input – output seperti inilah yang harus dipertahankan dan ditingkatkan setiap tahunnya.

Visualisasi Dalam Bentuk Digital Twin
Aspirasi masyarakat yang tersebar di media sosial, whatsapp, dan media lainnya adalah informasi yang sangat berharga untuk pemerintah. Begitupun dengan data demografi pengguna aplikasi, data sensor kualitas udara, data kemacetan dari video analytics, ataupun data lainnya yang mencerminkan kondisi real dari suatu daerah. Berbagai data tersebut jika dapat dikelola dengan baik, diintegrasikan dalam platform Satu Data yang aman tentu akan menjadi aset yang sangat berharga.
Melalui perencanaan yang matang, pemerintah dapat melakukan pemodelan data tentang kondisi daerah secara near-real time. Pemerintah akan memiliki gambaran tentang daerahnya dalam bentuk digital, atau lebih dikenal dengan istilah Digital Twin.
Dengan adanya sistem digital twin, pemerintah dapat melakukan analisa dan simulasi terhadap pembuatan kebijakan baru. Kita dapat melihat dampak sebuah kebijakan baru yang akan diterapkan melalui simulasi tersebut. Apakah dampaknya positif atau negatif dapat diketahui dengan cepat. Dengan dukungan data tersebut, pembuatan kebijakan akan menjadi lebih akurat. Inilah yang disebut dengan Data Driven Decision Making, atau pembuatan keputusan yang berdasarkan data, bukan intuisi pimpinan.
Digital Twin seolah menjadi goal set dari setiap program Smart and Sustainable City. Setiap daerah tentu bisa mengimplementasikan sistem digital twin. Tentunya dengan perencanaan yang matang, komitmen pemerintah, dan dukungan kolaborasi dari pelaku bisnis, komunitas, dan media.
Dengan kolaborasi, Indonesia akan tumbuh dan tetap tangguh, kota demi kota.
Slide dan Narasi: Arief Latu Suseno
Dipresentasikan oleh: Arya Damar, Presiden Direktur Lintasarta, dalam acara KataData Safe Forum 2021: Smart And Sustainable Cities
smart city smart city stage smart sustainable city tahapan smart city